Minggu, 27 Oktober 2013

Tugas 1

 TUGAS 1 
SOFTKILL BAHASA INDONESIA

1. Jelaskan dengan contoh " Penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar" !
Jawab : Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan Bahasa Indonesia secara baik dan benar mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan adalah bahasa yang baku.
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.


Contoh penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar, yaitu:

  • Apakah kamu ingin menyapu rumah bagian belakang ? 
  • Apa yang kamu lakukan tadi?
Tanggal Kutipan : 26 oktober 2013


2. Berikan contoh fungsi berbahasa sebagai alat komunikasi !
Jawab : fungsi berbahasa sebagai alat komunikasi, yaitu :
a. Komunikasi, karena komunikasi itu dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan,  dan diketahui pada orang lain.
Contoh : Asep ingin menanyakan tugas kuliah ke Roni dengan cara menghubunginya lewat handphone.
b. Bahasa, karena untuk menyampaikan pesan atau makna oleh seseorang untuk orang lain.
Contoh :  Kata " Sarang " dalam bahasa korea artinya Cinta, tetapi kata " Sarang " dalam bahasa Indonesia artinya Kandang atau Tempat.
c. Tulisan, karena susunan kata yang di ucapkan secara lisan dapat dirangkai menjadi kata bermakna yang dapat dituliskan.
Contoh : mengungkapkan apa yang ada didalam hati kita bisa melalui menulis di Diary, Laptop ataupun Tablet.

Sumber :
Tanggal Kutipan : 26 oktober 2013

Jumat, 14 Juni 2013

Tugas Jurnal Pasar Modal

NAMA                                 : Fanny Hidayati
NPM                                    : 22211686
KELAS                                : 2EB04
JUDUL  JURNAL     : REAKSI PASAR MODAL INDONESIA ATAS PELAKSANAAN     PEMILIHAN UMUM  9    APRIL 2009 PADA BURSA EFEK INDONESIA
PENULIS  JURNAL            : Vini Sundari
SUMBER  JURNAL            :
TAHUN JURNAL                : 2009
HASIL  ANALISA               :
           Jurnal ini disesuaikan dalam memenuhi materi yang saya butuhkan sekaligus ada penjelasan yang terperinci di dalamnya yang sangat lengkap tentang Reaksi Pasar Modal Indonesia Atas Pelaksanaan Pemilihan Umum 9 April 2009 Pada Bursa Efek.
a.      Saya mendapatkan tentang penjelasan Pengertian Pasar Modal yaitu pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang dan merupakan pasar yang konkret,  Sedangkan menurut kamus pasar uang dan modal adalah pasar konkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu tahun keatas.


b.      Alasannya jurnal ini menjelaskan semua tentang Reaksi Pasar Modal  Indonesia  Atas Pelaksanaan Pemilihan Umum 9 April 2009 Pada Bursa Efek, jadi dalam jurnal ini sudah lengkap untuk mengenai pembahasan Reaksi Pasar Modal Indonesia Atas Pelaksanaan Pemilihan Umum 9 April 2009 Pada Bursa Efek. Maka dari itu sangatlah mudah untuk para  Informasi  yang mencari tentang Reaksi Pasar Modal Indonesia Atas Pelaksanaan Pemilihan Umum 9 April 2009 Pada Bursa Efek, karena bisa membantu menyelesaikan tugasnya tersebut.

Jumat, 26 April 2013

Hukum Perikatan


JUDUL            : HUKUM PERIKATAN
NAMA             : FANNY HIDAYATI
NPM                : 22211686


                                        HUKUM PERIKATAN
PENDAHULUAN
Dalam bahasa Belanda, istilah perikatan dikenal dengan istilah “verbintenis”. Istilah perikatan tersebut lebih umum digunakan dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan diartikan sebagai sesuatu yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Namun, sebagaimana telah dimaklumi bahwa buku III BW tidak hanya mengatur mengenai ”verbintenissenrecht” tetapi terdapat juga istilah lain yaitu ”overeenkomst”.

Dalam Berbagai keputusan hukum indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan kanverbintenis danovereenkomst, yaitu
:

1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
2. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
3. Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu : 

1. perikatan.
2. perutangan.
3. perjanjian.

Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah
terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu : 
1. perjanjian. 
2. persetujuan.
Untuk menentukan istilah yang paling tepat untuk digunakan dengan menartikan istilah perikatan, maka perlunya mengetahui makna terdalam istilah masing – masing. Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilah overeenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan. 

LATAR BELAKANG

Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum  yang bersumber pada Pancasila dan Hukum berdasarkan atas kekuasaan. Ini mengandung pengertian bahwa Negara Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dilandasi oleh Hukum dan dapat di pertanggungjawabkan secara Hukum. Pada Hakekatnya, Hukum menyatu dengan seluruh kehidupan bersama, baik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Dalam Hukum perikatan Suatu perikatan harus dilakukan secara sukarela, karena perikatan secara Yuridis bersandar pada asas kebebasan berkontrak, yaitu kesepakatan kontrak itu tidak dipaksakan untuk dilakukan tetapi harus bersumber pada kehendak dan itikad baik. Apabila kontrak telah disepakati dan disahkan maka dasar hukum dari kekuatan suatu kontrak adalah Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian acapkali ditemukan wanprestasi terhadap kontrak yang telah disepakati. Oleh karena itu untuk mengatasi sengketa di antara para pihak ditawarkan cara penyelesaian perkara yaitu melalui peradilan atau penyelesaian perkara di luar pengadilan. Penyelesaian perkara di luar pengadilan dikenal dengan mediasi dan konsinyasi. Sedangkan penyelesaian perkara di luar peradilan umum dikenal lembaga arbitrase dan lembaga litigasi. Kedua lembaga ini lahir karena undang-undang yang mengatur lembaga peradilan umum yang ada saat ini dipandang kurang mampu untuk menjamin terselesaikannya masalah yang disengketakan.
Hal ini disebabkan karena sedemikian banyak masalah harus diselesaikan oleh pihak pengadilan sehingga harus menunggu giliran dan ditambah lagi dengan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Oleh karena itu, para pihak lebih suka menggunakan penyelesaian sengketa di luar peradilan umum/non-litigasi untuk menyelesaikan perkaranya,baik dengan cara mediasi, negosiasi, konsiliasi ataupun arbitrase. Paradigma non-litigasi ini dalam mencapai keadilan lebih mengutamakan pendekatan konsensus dan berusaha mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa serta bertujuan untuk mendapatkan hasil penyelesaian sengketa kearah win-win solution.




KERANGKA PEMIKIRAN
HUKUM PERIKATAN
Pengertian Hukum Perikatan
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain , yang berhak atas sikap yang demikian itu. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan terjadi karena perjanjian dan undang-undang.
Hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menumbulkan perikatan karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka.
tiga hal yang harus diketahui dalam mendefinisikan suatu perjanjian:
- adanya suatu barang yang akan diberi
- adanya suatu perbuatan dan
- bukan merupakan suatu perbuatan alam melakukan Perjanjian sah harus disyaratkan pada
- Bebas dalam menentukan suatu perjanjian
- Cakap dalam melakukan suatu perjanjian
- Isi dari perjajian itu sendiri
- Perjanjian dibuat harus sesuai dengan Undang - Undang yang berlaku
seorang yang berpiutang memberikan pinjaman kepada yang berutang, dan yang berutang tidak bisa memenuhi kewajibannya dalam membayar utang maka yang berpiutang dapat melakukan tuntutan dengan 3 cara :
- Parade Executie (melakukan perbuatan tanpa bantuan dari pengadilan yang hal ini kaitannya dengan hakim)
- reel executie ( dimana hakim memberikan kekuasaan kepada berpiutang untuk melakukan suatu perbuatan)
- Natuurelijke Verbintenis (Secara suka rela dipenuhi/dibayar)
Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian                

Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :
·         Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
·         Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
·         Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
·                     Perikatan
·                     Perutangan
·                     Perjanjian

Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan. Untuk menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah masing-masing.Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.

Asas-Asas Hukum Perikatan

Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme, yaitu :

·                     ·Asas Kebebasan Berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·                     Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :
a.    Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para
pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
b.    Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian,
artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
c.    Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang
akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
d.    Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus
mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Pengertian Wanprestasi

Berhubungan erat dengan adanya perkaitan atau perjanjian antara pihak. Baik perkaitan itu di dasarkan perjanjian sesuai pasal 1338 sampai dengan 1431 KUH PERDATA maupun perjanjian yang bersumber pada undang undang seperti di atur dalam pasal 1352 sampai dengan pasal 1380 KUH perdata.apabila salah satu pihak ingkar janji maka itu menjadi alsan bagiu pihak lainya untuk mengajukan gugatan.demikian juga tidak terpenuhinya pasal 1320 KUH perdata tentang syarat syarat sahnya suatu perjanjian menjadi alas an untu kbatal atau di batalkan suatu persetujuan perjanjian melalui suatu gugatan, Salah satu alas an untuk mengajukan gugatan ke pengadilan adalah karena adanya wanprestasi atau ingkar janji dari debitur.wanprestasi itu dapat berupa tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atasu terlambat memenuhi kewajiban, atau memenuhi kewajibanya tetapi tidak seperti apa yang telah di perjanjikan. Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji. Adapunbentuk dari Wanprestasi berupa empat kategori, yaitu :

·         Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
·         Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
·         Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
·         Melakukan sesuatu sesuatu menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Akibat-Akibat Wanprestasi            

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang
melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :

1.Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni

·         Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
·         Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
·         Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248
KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di
luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

Unsur-Unsur Perikatan

1.    Hubungan Hukum

Hubungan Hukum ialah hubungan yang terhadapnya hukum meletakkan “ Hak “ pada 1
pihak dan melekatkan “ kewajiban” pada pihak lainnya.

2.    Para Pihak

a.    Para pihak dalam suatu perikatan disebut dengan subjek perikatan.
b.    Harus terjadi antara 2 orang atau lebih.
c.    Pertama, pihak yang berhak atas prestasi atau pihak yang berpiutang disebut dengan Kreditur.
d.    Kedua, pihak yang berkewajiban memenuhi atas prestasi, atau pihak yang berhutang disebut dengan Debitur.

Debitur memiliki 2 Unsur , yaitu “ Schuld” dan “ hafting “

·         Schuld adalah hutang debitur kepada debitur.
·         Hafting adalah harta kekayaan debitur yang dipertangggungjawabkan bagi pelunasan utang debitur tersebut.

3.    Objek

Yang menjadi objek perikatan adalah prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan. Pasal
1234 KUHP, menyatakan “ Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu”. Memberikan sesuatu yaitu menyerahkan kekuasaan nyata atas benda dari debitur kepada kreditur , termasuk pemberian sejumlah uang, penyerahan hak milik atas benda bergerak dan tidak bergerak.

4.    Kekayaan

Pasal 1131 BW menyatakan bahwa “ segala kebendaan si beruntung, baik yang
bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudak ada maupun yang akan dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan “.


Jenis-Jenis Hukum Keterikatan

Perikatan dibedakan dalam berbagai- bagai jenis :

1.    Dilihat dari objeknya

a.    Perikatan untuk memberikan sesuatu;
b.    Perikatan untuk berbuat sesuatu;
c.    Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberi sesuatu (geven) dan untuk berbuat sesuatu (doen) dinamakan    perikatan positif dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen) dinamakan perikatan negatif;
d.    perikatan mana suka (alternatif);
e.    perikatan fakultatif;
f.     perikatan generik dan spesifik;
g.     perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (deelbaar dan ondeelbaar);
h.    perikatan yang sepintas lalu dan terus- menerus (voorbijgaande dan voortdurende).

2.    Dilihat dari subjeknya, maka dapat dibedakan:

a. perikatan tanggung- menanggung (hoofdelijk atau solidair) ;
b.perikatan pokok dan tambahan ( principale dan accessoir) ;

     3.  Dilihat dari daya kerjanya, maka dapat dibedakan:

a. perikatan dengan ketetapan waktu;
b.perikatan bersyarat.

Apabila diatas kita berhadapan dengan berbagai jenis perikatan sebagaimana yang dikenal Ilmu Hukum Perdata, maka undang- undang membedakan jenis perikatan sebagai
berikut:
1. Perikatan untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu;
2. Perikatan bersyarat;
3. Perikatan dengan ketetapan waktu;
4. Perikatan mana suka (alternatif);
5. Perikatan tanggung- menanggung (hoofdelijk, solidair);
6. Perikatan dengan ancaman hukuman.

Hapusnya Perikatan

Perihal hapusnya perikatan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1381 menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan yaitu :

·                     Pembayaran
·                     Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
·                     Pembaharuan utang
·                     Perjumpaan utang atau kompensasi
·                     Percampuran utang
·                     Pembebasan utang
·                     Musnahnya barang yang terutabf
·                     Kebatalan atau pembatalan
·                     Berlakunya suatu syarat batal
·                     Lewatnya waktu.

Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata adalah :
Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
Kadaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).

DAFTAR PUSTAKA
http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hukum/article/view/1156/219